Menurut Matius 2:1-8, Yesus dilahirkan pada zaman raja Herodes. Tapi, berkontradiksi dengan itu, menurut Lukas 2:1-20, Yesus dilahirkan pada zaman kaisar Agustus (sesudah zaman Herodes), yakni ketika diadakan sensus penduduk di Yedea. Mana yang benar?
Sebenarnya….
Keduanya benar. Jaman kaisar Agustus itu beririsan dengan zaman raja Herodes Agung.
Kata “bintang” dalam Alkitab dapat bermakna literal atau bermakna simbolik.
Contoh kata “bintang” dalam makna literal adalah Kejadian 15:5.
Lalu TUHAN membawa Abram ke luar serta berfirman: “Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya.” Maka firman-Nya kepadanya: “Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.” (Kejadian 15:5)
Contoh kata “bintang” dalam makna simbolik adalah Wahyu 1:20 dan Daniel 8:10.
Dan rahasia ketujuh bintang yang telah kaulihat pada tangan kanan-Ku dan ketujuh kaki dian emas itu: ketujuh bintang itu ialah malaikat ketujuh jemaat dan ketujuh kaki dian itu ialah ketujuh jemaat. (Wahyu 1:20)
Ia menjadi besar, bahkan sampai kepada bala tentara langit, dan dari bala tentara itu, dari bintang-bintang, dijatuhkannya beberapa ke bumi, dan diinjak-injaknya. (Daniel 8:10)
Seperti yang kita baca dari Wahyu 1:20, kata “bintang” dalam makna simbolik, dengan kata lain, simbol bintang, merujuk kepada malaikat.
Pengetahuan sederhana ini penting dalam memahami keanehan perilaku bintang dalam Matius 2:2 yang menyerupai perilaku makhluk hidup: terlihat di Timur, menuntun mereka hingga Israel, bergerak mendahului di depan mereka, dan berhenti di atas tempat Isa Al-Masih berada.
Mereka bertanya-tanya, “Di manakah raja bani Israil yang baru dilahirkan itu? Kami telah melihat bintang-Nya di Timur, dan kami datang untuk sujud di hadapan-Nya.” (Matius 2:2)
Setelah mendengar kata-kata raja itu, berangkatlah mereka. Dan lihatlah, bintang yang mereka lihat di Timur itu mendahului mereka hingga tiba dan berhenti di atas tempat, di mana Anak itu berada. (Matius 2:9)
Pengetahuan tentang simbol bintang yang merujuk ke malaikat dalam alam berpikir bangsa Israel kuno menjelaskan keanehan perilaku bintang yang menyerupai perilaku makhluk hidup yang dikisahkan oleh Matius.
Pekan Natal diawali dengan misa tengah malam atau kebaktian tengah malam pada jam 00 tanggal 25 Desember. Catatan tertua yang masih bertahan mengenai tradisi misa tengah malam ini dilembagakan St. Telesphorus yang menjadi pemimpin mazhab Barat pada tahun 126-137 Masehi.1 Dapat kita katakan, kebaktian tengah malam adalah kebiasaan jemaat mula-mula yang masih terus dilestarikan oleh sebagai besar umat Al-Masih selama hampir 2000 tahun hingga saat
Fakta bahwa komunitas Al-Masihin selain golongan Katolikisme yang tidak menginduk ke pusat Roma juga melakukan kebaktian tengah malam mengindikasikan bahwa misa tengah malam bukan inisiatif St. Telesphorus. Hal ini mengindikasikan St. Telesphorus hanya sekadar membakukannya saja dalam kalender kelembagaan (institusionalisasi).
Pekan Natal berlangsung hingga tanggal 31 Desember. Biasanya ditutup dengan kebaktian malam tahun baru pada pukul 00:00 tanggal 1 Januari.
Pada jaman dulu, pekan Natal diisi dengan acara-acara kekeluargaan dan kemasyarakatan, selain juga acara keagamaan seperti pembacaan bagian tertentu dari Alkitab. Karena itu, pada jaman dulu, pekan Natal biasanya jadi hari libur kerja.
Jaman sekarang, pasca reformasi 1998, kekuatan anti-Injil dan anti-Natal Kristus mencengkeram kuat birokrasi pemerintahan, parlemen, dan media massa lokal hingga nasional, sehingga perayaan Natal biasa dihantam dengan beragam fitnah, substitusi acara Natal dengan acara agama lain (biar tidak terasa nuansa Natal), dan dipendekkan liburnya hanya tanggal 25 Desember saja serta libur pekan Natal dihapuskan, sehingga pekan Natal dikurangi nuansanya.
Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala. (Lukas 10:3)
Dionysius Exiguus (470 M- 544 M) menetapkan tahun Masehi pada tahun 525 M. Dia bermaksud agar kalender Masehi dimulai dari 1 Januari 1 M segera setelah kelahiran Isa Al Masih pada 25 Desember, yaitu 1 hari setelah pekanNatal berakhir.
Pada masa Dionysius Exiguus, Eropa dan Timur-Tengah belum mengenal angka 0 (baca “Sejarah Angka 0“). Dari tahun 1 Sebelum Masehi, langsung melompat ke tahun 1 Masehi. Itu sebabnya hingga saat ini tidak dikenal tahun 0 Masehi. Andai tahun 0 M dihitung, maka seharusnya ada tahun 0 Masehi yang berjumlah 365 hari, sama seperti tahun-tahun yang lain. Jadi, dalam perhitungan Dionysius Exiguus, Isa Al-Masih alias Yesus Kristus lahir tanggal 25 Desember 1 SM Kalender Julian. Maka, 1 Januari setelah kelahiran Isa adalah 1 Januari 1 M. Dengan demikian, kelahiran Isa Al-Masih membagi peradaban manusia menjadi sebelum Al-Masih (Sebelum Masehi) dan setelah Al-Masih (Masehi).
Sayangnya, perhitungan Donysius Exiguus tidak memperhitungkan masa pemerintahan Kaisar Agustus selama 4 tahun saat masih menggunakan nama Octavianus. Dengan menimbang 4 tahun yang tidak dihitungnya, maka seharusnya tahun Masehi dimulai tanggal 1 Januari 4 SM dan Isa lahir tanggal 25 Desember 5 SM Kalender Julian.
The ingenious method of expressing every possible number using a set of ten symbols ( each symbol having a place value and an absolute value ) emerged in India. The idea seems so simple nowadays that its significance and profound importance is no longer appreciated. Its simplicity lies in the way it facilitated calculation and placed arithmetic foremost amongst useful inventions. The importance of this invention is more readily appreciated when one considers that it was beyond the two greatest men of Antiquity, Archimedes and Apollonius . (Pierre-Simon Laplace (1749-1827), Matematikawan, Dikutip dalam H Eves “Return to Mathematical Circles” (Boston 1988))
Metode cerdas untuk mengungkapkan setiap angka yang mungkin dengan menggunakan satu set sepuluh buah simbol (setiap simbol memiliki nilai tempat dan nilai absolut) muncul di India. Ide tersebut saat ini tampak begitu sederhana sehingga signifikansi dan nilai pentinya yang mendalam tidak lagi dihargai. Kesederhanaan nya terletak pada bagaimana dia memfasilitasi perhitungan dan menempatkan aritmatika di posisi terpenting di antara penemuan-penemuan yang bermanfaat. Nilai penting penemuan ini lebih mudah dihargai ketika kita mempertimbangkan bahwa hal itu di atas dua orang terbesar Kuno, Archimedes dan Apollonius .
Angka 1,2,3,4,5,6,7,8,9,0 berasal dari peradaban India kuno, dimulai dari angka Brahmi, lalu berkembang menjadi angka India (Gwallor), lalu angka Sansekerta-Dewanagari. Pada gambar di bawah ini kita bisa melihat bahwa:
angka 6 dan 7 Brahmi tidak mengalami perkembangan hingga jaman sekarang
angka 2 dan 3 Brahmi berkembang dulu menjadi angka India (Gwallor), dan bentuk tersebut bertahan hingga jaman sekarang
angka 1, 8, 9 Brahmi berkembang mejadi angka India (Gwallor), lalu berkembang lagi menjadi angka Arab Barat (Gobar). Bentuk perkembangan itu bertahan hingga jaman modern.
angka 0 dimulai dari angka India (Gwallor), kemudian berkembang menjadi angka Sansekerta-Dewanagari. Bentuk perkembangan terakhir tersebut bertahan hingga jaman modern.
angka 4 dan 5 India masuk ke Eropa dan mengalami perkembangan di Eropa. Bentuk perkembangan terakhir di Eropa abad 16 bertahan hingga saat ini.
Perkembangan angka Arab dan matematika Arab juga berasal dari India. Al-Biruni, seorang Matematikawan Arab, pada tahun 1030 menulis demikian:
Sementara kita menggunakan huruf untuk perhitungan sesuai dengan nilai numerik mereka, India tidak menggunakan huruf sama sekali untuk aritmatika . Dan seperti bentuk huruf sehingga mereka gunakan untuk menulis berbeda di berbagai wilayah negara mereka , sehingga simbol-simbol angka bervariasi .
Tulisan Al-Biruni ini menunjukkan bahwa sebelum angka India masuk ke Arab, angka Arab menggunakan huruf. Metode ini identik dengan metode Aram. Ini hal yang wajar karena huruf Arab berasal dari huruf Aram. Sepulang dari belajar Matematika kepada kaum Hindu di India, Al-Biruni menyebarkan angka Arab di Timur-Tengah, hingga kemudian mencapai Mesir. Dari Mesir, angka Arab masuk ke Eropa, kemudian menyebar ke berbagai penjuru dunia bersamaan dengan ekspansi Belanda, Inggris, Spanyol, dan Portugis.
Pada abad 15-16 Masehi, aneka ragam varian angka mengalami standarisasi sebagai akibat dari penemuan mesin cetak Guttenberg. Mesin cetak ini juga menjadi faktor pendorong tersebarluasnya angka yang telah distandarisasi itu ke berbagai penjuru Eropa, sebelum akhirnya ke seluruh dunia.
Relevansi sejarah angka nol dengan bahasan kita mengenai Natal25 Desember adalah: tidak ada tahun 0 Masehi. Sebelum tahun 1 M adalah tahun 1 SM. Hal ini penting untuk menghitung tahun kelahiran Isa Al-Masih alias Yesus Kristus.
Angka modern disebut sebagai “angka Arab” oleh Eropa bukan karena Arab penemu angka tersebut, tapi karena angka tersebut masuk ke Eropa melalui Afrika Utara. Pada waktu itu Afrika Utara masuk wilayah kerajaan Arab. Jadi penyebutan angka modern dengan sebutan angka Arab bukan karena asal-usulnya orang Arab. Jika disebutkan berdasarkan asal-usulnya, maka angka modern itu disebut angka India atau angka India Hindu.
What we know is not much. What we do not know is immense. (Pierre-Simon Laplace (1749-1827), Matematikawan)
Pada tahun 14 Masehi, di akhir masa jabatannya sebagai kaisar Romawi, Kaisar Agustus mendata tindakan-tindakannya yang dianggapnya berprestasi selama menjadi raja.
Pada butir nomor 8, Kaisar Agustus menuliskan bahwa ia memerintahkan agar sensus penduduk diadakan.
Berikut ini translasi yang disarankan oleh MIT pada MIT.edu atas tulisan Kaisar Agustus tersebut.
8. When I was consul the fifth time (29 B.C.E.), I increased the number of patricians by order of the people and senate. I read the roll of the senate three times, and in my sixth consulate (28 B.C.E.) I made a census of the people with Marcus Agrippa as my colleague. I conducted a lustrum, after a forty-one year gap, in which lustrum were counted 4,063,000 heads of Roman citizens. Then again, with consular imperium I conducted a lustrum alone when Gaius Censorinus and Gaius Asinius were consuls (8 B.C.E.), in which lustrum were counted 4,233,000 heads of Roman citizens. And the third time, with consular imperium, I conducted a lustrum with my son Tiberius Caesar as colleague, when Sextus Pompeius and Sextus Appuleius were consuls (14 A.C.E.), in which lustrum were counted 4,937,000 of the heads of Roman citizens. By new laws passed with my sponsorship, I restored many traditions of the ancestors, which were falling into disuse in our age, and myself I handed on precedents of many things to be imitated in later generations.
Gambaran yang muncul dari membaca butir ini adalah: sensus diadakan untuk mengetahui berapa jumlah orang yang tinggal dalam kekaisaran Romawi pada jamannya. Kesan yang timbul, Kaisar Agustus membanggakan jumlah jutaan orang yang berada di bawah kekuasaannya.
Pada waktu itu Kaisar Agustus mengeluarkan suatu perintah, menyuruh mendaftarkan semua orang di seluruh dunia. (Lukas 2:1)
“Seluruh dunia” yang dimaksud adalah dunia yang dikuasai oleh kekaisaran Romawi. Dengan demikian, angka 4.233.000 adalah jumlah orang yang terdata tinggal dalam wilayah kekaisaran Romawi kuno setelah diterbitkannya perintah sensus tahun 8 SM.
Tertulian (155-245 M) menulis pada abad 2 M demikian:
Namun ada bukti sejarah bahwa justru pada waktu ini ada sensus-sensus yang telah dilakukan di daerah Yudea oleh Sentius Saturninus, yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka berkenaan dengan keluarga dan asal-ususl Al Masih”(Tertullian, Melawan Marcion IV: 19).
Perkiraan kronologis sensus pertama Kirenius dari sumber-sumber informasi tersebut adalah sebagai berikut:
8 SM: Kaisar Agustus menyampaikan perintah sensus penduduk.
7 SM: Roda birokrasi untuk sensus skala besar yang membetang dari Eropa, Afrika, hingga Asia mulai berderak.
6 SM: Perintah sampai ke Sentius Saturninus, sensus di propinsi Siria mulai dilaksanakan di akhir masa jabatannya.
5-4 SM: Sensus di Siria dilaksanakan dan dituntaskan oleh Kirenius.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.